Guru yang baik hati itu sedang berjalan menuju kelas yang akan diajarnya hari itu. namanya Bu herlina, dia adalah wali dari kelas XII IPS 3 di SMU Tunggal Ibu. Anak-anak yang menjadi anak didiknya selalu menyukai setiap pelajaran yang diberikan oleh bu Herlina, karena selain orangnya baik dia sangat pandai menerangkan segala jenis pelajaran terhadap anak didiknya, terutama terhadap kelas XII IPS 3 sehingga anak-anak mudah dibuat mengerti dengan apa yang diajarkan olehnya.
Bahasa indonesa adalah pelajaran yang akan diberikannya hari itu di kelas XII IPS 3,dengan wajah yang ceria bu Herlina melangkahkan kakinya menuju kelas XII IPS 3 yang berada tidak jauh dari arah kantor para guru. Hanya terpisah jarak sekitar tiga ruangan. Semua buku yang akan digunakannya untuk mengajar sepertinya telah lengkap berada di tas jinjingnya. Bu Herlina sangat senang jika tiba saat untuk mengajar di kelas XII IPS 3, karena selain bu Herlina wali kelas mereka, kelas XII IPS 3 juga terkenal dengan kepandaiannya menyerap pelajaran, mereka juga sangat ramah terhadap para guru yang mengajar di kelas. Karena itulah kelas XII IPS 3 dijuluki sebagai kelasnya para Juara.
Saat itu seluruh anak sudah berada di kelas. Siswa di kelas itu berjumlah 30 orang. Anton adalah ketua kelas di kelas XII IPS 3. pintu kelas terlihat tertutup ketika bu Herlina Hendak Masuk. Dibukanya pintu. “Selamat pagi Anak-anak..” Bu Herlina menyapa ramah anak-anak.
Tidak ada suara yang menjawabnya. Hening. Masing-masing anak seperti tidak mengindahkan kedatangan bu Herlina, mereka sibuk dengan urusan masing-masing di kelas itu. Ada yang sibuk memainkan HPnya, ada yang membaca buku tanpa memperhatikan ke arah Bu Herlina, bahkan ada pula yang tidur di bagian belakang kelas. Sama sekali mereka tidak memperhatikan bu Herlina. Dengan terheran-heran bu Herlina masuk ke kelas itu. apakah dia tidak salah dengan apa yang sekarang dilihatnya. Sungguh ini adalah kelas XII IPS 3, namun apa yang mereka lakukan tidak mencerminkan mereka anak XII IPS 3
Rasa penasaran tidak dapat dibendungnya. Bu Herlina tidak langsung menegur anak-anak di kelas. Bu Herlina memanggil ketua kelas yang dianggapnya paling bertanggung jawab di kelas. Dipanggilnya Anton ke depan oleh bu Herlina.
“ Anton bisa kesini sebentar..!” Bu Herlina akan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan anak-anak kelas XII IPS 3 yang biasanya semangat ketika akan diajar oleh Bu Herlina.
Apakah ada yang salah dengan dirinya hari ini, ataukah ada sesuatu yang lain yang sedang dirasakan oleh anak-anak. Pikiran-pikiran yang tidak jelas berseliweran di pikiran bu Herlina. Anton yang dipanggil oleh bu Herlina berdiri dari tempat duduknya. Kemudian berjalan ke depan, namun….dia tidak menghadap ke meja untuk memenuhi panggilan bu Herlina. Dia seperti tidak mendengar apa yang diperintahkan oleh bu Herlina, dia malah berucap..
“ Bu saya Izin ke belakang sebentar..”tanpa menunggu bu Herlina bicara Anton langsung melengos ke luar kelas.
Hampir saja bu Herlina hendak marah dengan apa yang dilakukan oleh Anton barusan, dia merasa masih bingung dengan sikap yang dilakukan oleh Anton. Ketua kelas XII IPS 3 itu adalah anak yang dia pikir paling menurut dan sangat baik tingkah lakunya, namun sekarang apa yang terjadi. Anak itu sangat tidak mengindahkan apa yang dia katakan. Akhirnya bu Herlina tidak mau berlarut-larut dalam kebingungannya. Dia hendak memulai saja pelajaran hari itu.
“ baik anak-anak hari ini akan kita mulai pelajaran mengenai rumus relatifitas, minggu kemarin ibu sudah menyuruh kalian untuk membaca mengenai hal ini. apa kalian sudah membacanya?” Bu Herlina ingin setiap pelajaran dimulai anak-anak sedikitnya mengetahui tentang apa yang akan diajarkan sehingga akan terjadi interaksi yang aktif anatra guru dan murid. Sebenarnya bu Herlina sudah yakin kalau anak-anak di kelas XII IPS 3 adalah anak-anak yang pasti senang membaca apa yang akan diajarkan, namun melihat gelagat mereka hari ini bu Herlina tidak yakin dengan itu. dan apa yang terjadi!!!
“ belum bu.... buat apa baca pelajaran, kan sekarang mau diajarkan sama ibu, mendingan dengerin ibu aja..” salah seorang anak mewakili teman-temannya menjawab pertanyaan bu Herlina. Mendengar jawaban itu sedikit sesak menyelusup ke dalam dada bu Herlina, sungguh jawaban yang diluar pikirannya. Tak kehilangan cara bu Herlina kembali bertanya kepada anak yang bernama Bowo tersebut.
“ Bowo kenapa kamu ngga baca buku di rumah, apa kamu sudah bisa?” Bu Herlina sebisa mungkin meredam amarahnya. Karena memang dia orang yang paling anti dengan yang namanya kemarahan. Menurutnya guru yang marah hanya akan membuat siswa tidak hormat dan tidak senang dengan gurunya.
“ yah saya kan seorang pelajar, sudah wajar dong saya belum bisa bu, ibu gimana sih..?!” Bowo menjawab seenaknya pertanyaan bu Herlina.
“ yang lainnya, apa kalian sudah baca buku kalian mengenai Relatifitas ..?” bu Herlina tidak bertanya lagi ke Bowo, dia takut rasa marahnya akan muncul. Dan dia tidak ingin itu.“ Belum bu… Buat apa baca buku..!!” serempak anak- anak sekelas menjawab pertanyaan bu Herlina.
Jawaban dari anak-anak sekelas ternyata sama dengan jawaban Bowo, bu Herlina berpikir terhadap dirinya sendiri. Apa yang salah dengan dirinya? Apakah dia tidak menjadi wali kelas yang baik? Apakah dia tidak pernah memperhatikan anak-anaknya? Kenapa sampai anak-anak XII IPS 3 yang dikenalnya penurut dan baik sekarang berubah menjadi seperti ini?kembali berbagai pikiran melintas di benaknya. “ baik anak-anak, tidak apa-apa kalau kalian belum membaca buku, ibu akan memulai pelajaran mengenai relatifitas. Rumus relatifitas adalah……”.
“ Bu udah ngga usah belajar .. kita kan belum baca mengenai itu..!!!” seorang anak memotong apa yang akan dikatakan oleh bu Herlina. Merasa dirinya tidak dihargai bu Herlina hendak marah. “ kamu yang ada dibelakang kesini…!!” Bu Herlina hendak memberikan pelajaran kepada siswa yang barusan memotong pembicaraanya. “ tidak mau bu, memangnya saya kenapa..???” Ingin rasanya bu Herlina menangis diperlakukan seperti itu oleh anak didiknya. Apalagi dia sebagai wali kelas XII IPS 3, sungguh sedih rasanya diperlakukan seperti itu oleh anak didiknya. “ baik ibu tidak memaksa kamu untuk kesini…, tapi tolong jawab pertanyaan ibu, apa sebenarnya yang terjadi dengan kalian. Apa yang telah ibu perbuat sampai kalian memperlakukan ibu seperti ini? tolong jawab!!” hampir saja air mata bu Herlina hendak tumpah, namun sebisa mungkin dia tidak menangis. Dia tidak ingin terlihat kalah di depan siswanya.
“ ibu gimana sih malah tanya sama kita, seharusnya ibu tahu dong kenapa kita sampai kaya begini..!!” Bowo menjawab mewakili lagi teman-temannya.
Mendengar jawaban yang diucapkan Bowo mata bu Herlina bertambah sembab karena menahan air mata yang akan tumpah. Bu Herlina berusaha sekeras mungkin menahan air matanya agar tidak tumpah. Dia mengutakan hatinya. ‘ pokoknya saya jangan sampai dibuat menangis oleh anak didik saya, apa salah saya sampai mereka seperti ini?’ pertanyaan itu kembali terulang lagi di dalam pikirannnya. Suasana kelas mulai riuh oleh anak-anak. Terdengar dari ucapannya mereka sedang membicarakan tentang diri bu Herlina. Bu Herlina masih terlarut dalam kebingungannya, dia tidak tahu harus melakukan apa, dia merasa tidak sanggup lagi kalau diperlakukan seperti itu. dia memutuskan untuk meninggalkan kelas itu. “ baik anak-anak sekalian, kalau kalian sudah tidak mau diajar sama ibu, ibu akan keluar dari kelas ini. kalian boleh mencari guru lain untuk pelajaran ini. ibu tidak tahu harus berbuat apa la..gi kalau ter..nyata kalian tidak suka dengan ibu. Tapi ibu mohon kepada kalian, to…long beritahu kepada ibu kenapa kalian seperr..ti i..ni?!” Air mata itu akhirnya tumpah tak tertahankan lagi. mata bu Herlina terlihat sembab, pipinya basah dengan air mata. Suaranya serak terputus-putus karena kesedihan yang mengisi jiwanya. Melihat bu Herlina menangis seperti itu serempak anak-anak berdiri. Mereka tidak langsung menjawab peranyaan bu Herlina. Bowo yang memang selalu mewakili teman-teman untuk menjawab pertanyaan bu Herlina maju ke depan kelas mendekati bu Herlina. Kemudian beberapa anak putri mengikuti Bowo dari belakang mengarah ke depan menuju bu Herlina. Melihat itu bu Herlina semakin heran, dalam benaknya ‘apa yang akan dilakukan oleh anak didiknya?’ Setelah cukup dekat dengan bu Herlina, Bowo angkat bicara. “ Bu sebenarnya kami melakukan ini semua, karena sekarang…ibu kan Ulang Tahun, jadi..“SELAMAT ULANG TAHUN BU….!!!!” Anak-anak serempak mengucapkan itu. kemudian Anton yang tadi keluar kelas datang dengan membawa kue tart yang diatasnya ada lilin. Dibelakangnya mengiringi juga beberapa guru dan bahkan kepala sekolah untuk mengucapkan selamat kepada bu Herlina. Air mata pedih yang tumpah kini telah berganti menjadi air mata kebahagiaan yang tidak terhingga. Ternyata anak-anak didiknya berlaku seperti itu bersandiwara untuk mengucapkan selamat kepada dirinya. Bu Herlina sangat terharu dengan apa yang dilakukan oleh mereka. satu persatu mereka menyalami bu Herlina mereka meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan barusan. Terlebih Bowo yang selalu menimpali pertanyaan bu Herlina dengan jawaban yang menyakitkan. “ Bu maafin saya ya Bu.. Sekali lagi Selamat ulang Tahun untuk ibuku yang baik hati…” Bowo mengucap itu disertai dengan deraian air mata haru dari Bu Herlina. Skenario yang dibuat oleh anak kelas XII IPS 3 berhasil. Sekarang ketegangan itu berubah menjadi suasana suka dan cita merayakan hari ulang tahun sang guru Teladan.